Powered By Blogger

Minggu, 19 Februari 2012

Frase, Klausa, dan Kalimat

Frase, Klausa, dan Kalimat
 A.      Frase
Frase adalah satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi. Misalnya: akan datang, kemarin pagi, yang sedang menulis.
Dari batasan di atas dapatlah dikemukakan bahwa frase mempunyai dua sifat, yaitu
a.       Frase merupakan satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih.
b.       Frase merupakan satuan yang tidak melebihi batas fungsi unsur klausa, maksudnya frase itu selalu terdapat dalam satu fungsi unsur klausa yaitu: S, P, O, atau K.
Macam-macam frase:
A.       Frase endosentrik
Frase endosentrik adalah frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya. Frase endosentrik dapat dibedakan menjadi tiga golongan yaitu:
1.       Frase endosentrik yang koordinatif, yaitu: frase yang terdiri dari unsur-unsur yang setara, ini dibuktikan oleh kemungkinan unsur-unsur itu dihubungkan dengan kata penghubung.
Misalnya:              kakek-nenek 
 pembinaan dan pengembangan
 laki bini 
belajar atau bekerja
2.       Frase endosentrik  yang atributif, yaitu frase yang terdiri dari unsur-unsur yang tidak setara. Karena itu, unsur-unsurnya tidak mungkin dihubungkan.
Misalnya:             perjalanan panjang
                                hari libur
Perjalanan, hari merupakan unsur pusat, yaitu: unsur yang secara distribusional sama dengan seluruh frase dan secara semantik merupakan unsur terpenting, sedangkan unsur lainnya merupakan atributif.
3.       Frase endosentrik yang apositif: frase yang atributnya berupa aposisi/ keterangan tambahan.
Misalnya: Susi, anak Pak Saleh, sangat pandai.
Dalam frase Susi, anak Pak Saleh secara sematik unsur yang satu, dalam hal ini unsur anak Pak Saleh, sama dengan unsur lainnya, yaitu Susi. Karena, unsur anak Pak Saleh dapat menggantikan unsur Susi. Perhatikan jajaran berikut:
Susi, anak Pak Saleh, sangat pandai
Susi, …., sangat pandai.
…., anak Pak Saleh sangat pandai.
Unsur Susi merupakan unsur pusat, sedangkan unsur anak Pak Saleh merupakan aposisi (Ap).
B.       Frase Eksosentrik
Frase eksosentrik ialah frase yang tidak mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya.
Misalnya:
Siswa kelas 1A sedang bergotong royong di dalam kelas.
Frase di dalam kelas tidak mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya. Ketidaksamaan itu dapat dilihat dari jajaran berikut:
                        Siswa kelas 1A sedang bergotong royong di
                        Siswa kelas 1A sedang bergotong royong …. kelas
C.      Frase Nominal, frase Verbal, frase Bilangan, frase Keterangan.
1.       Frase Nominal: frase yang memiliki distributif yang sama dengan kata nominal.
                Misalnya: baju baru, rumah sakit
2.       Frase Verbal: frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan golongan kata verbal.
                Misalnya: akan berlayar
3.       Frase Bilangan: frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan kata bilangan.
                Misalnya: dua butir telur, sepuluh keping
4.       Frase Keterangan: frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan kata keterangan.
                Misalnya: tadi pagi, besok sore
5.       Frase Depan: frase yang terdiri dari kata depan sebagai penanda, diikuti oleh kata atau frase sebagai                aksinnya.
                Misalnya: di halaman sekolah, dari desa


D.      Frase Ambigu
Frase ambigu artinya kegandaan makna yang menimbulkan keraguan atau mengaburkan maksud kalimat. Makna ganda seperti itu disebut ambigu.
Misalnya: Perusahaan pakaian milik perancang busana wanita terkenal, tempat mamaku bekerja, berbaik hati mau melunaskan semua tunggakan sekolahku.
Frase perancang busana wanita dapat menimbulkan pengertian ganda:
1.       Perancang busana yang berjenis kelamin wanita.
2.       Perancang yang menciptakan model busana untuk wanita.

B.            Klausa
Klausa adalah satuan gramatika yang terdiri dari subjek (S) dan predikat (P) baik disertai objek (O), dan keterangan (K), serta memilki potensi untuk menjadi kalimat. Misalnya: banyak orang mengatakan.
Unsur inti klausa ialah subjek (S) dan predikat (P).
Penggolongan klausa:
1.       Berdasarkan unsur intinya
2.       Berdasarkan ada tidaknya kata negatif yang secara gramatik menegatifkan predikat
3.       Berdasarkan kategori kata atau frase yang menduduki fungsi predikat

C.      Kalimat
a.       Pengertian
Kalimat adalah satuan bahasa yang terdiri dari dua kata atau lebih yang mengandung pikiran yang lengkap dan punya pola intonasi akhir.
                Contoh: Ayah membaca koran di teras belakang.
b.       Pola-pola kalimat
Sebuah kalimat luas dapat dipulangkan pada pola-pola dasar yang dianggap menjadi dasar pembentukan kalimat luas itu.
1.       Pola kalimat I = kata benda-kata kerja
Contoh: Adik menangis. Anjing dipukul.
Pola kalimat I disebut kalimat ”verbal”
2.       Pola kalimat II = kata benda-kata sifat
Contoh: Anak malas. Gunung tinggi.
Pola kalimat II disebut pola kalimat ”atributif”
3.       Pola kalimat III = kata benda-kata benda
Contoh: Bapak pengarang. Paman Guru
Pola pikir kalimat III disebut kalimat nominal atau kalimat ekuasional. Kalimat ini mengandung kata kerja bantu, seperti: adalah, menjadi, merupakan.
4.       Pola kalimat IV (pola tambahan) = kata benda-adverbial
Contoh: Ibu ke pasar. Ayah dari kantor.
Pola kalimat IV disebut kalimat adverbial

D.      Jenis Kalimat
1.       Kalimat Tunggal
Kalimat tunggal adalah kalimat yang hanya terdiri atas dua unsur inti pembentukan kalimat (subjek dan predikat) dan boleh diperluas dengan salah satu atau lebih unsur-unsur tambahan (objek dan keterangan), asalkan unsur-unsur tambahan itu tidak membentuk pola kalimat baru.

Kalimat Tunggal
Susunan Pola Kalimat
Ayah merokok.
Adik minum susu.
Ibu menyimpan uang di dalam laci.
S-P
S-P-O
S-P-O-K

2.       Kalimat Majemuk
Kalimat majemuk adalah kalimat-kalimat yang mengandung dua pola kalimat atau lebih. Kalimat majemuk dapat terjadi dari:
a.       Sebuah kalimat tunggal yang bagian-bagiannya diperluas sedemikian rupa sehingga perluasan itu membentuk satu atau lebih pola kalimat baru, di samping pola yang sudah ada.
Misalnya:       Anak itu membaca puisi. (kalimat tunggal)
Anak yang menyapu di perpustakaan itu sedang membaca puisi.
(subjek pada kalimat pertama diperluas)
b.       Penggabungan dari dua atau lebih kalimat tunggal sehingga kalimat yang baru mengandung dua atau lebih pola kalimat.
Misalnya:       Susi menulis surat (kalimat tunggal I)
Bapak membaca koran (kalimat tunggal II)
                    Susi menulis surat dan Bapak membaca koran.
Berdasarkan sifat hubungannya, kalimat majemuk dapat dibedakan atas kalimat majemuk setara, kalimat majemuk bertingkat, dan kalimat majemuk campuran.
1)       Kalimat majemuk setara
Kalimat majemuk setara adalah kalimat majemuk yang hubungan antara pola-pola kalimatnya sederajat. Kalimat majemuk setara terdiri atas:
a.       Kalimat majemuk setara menggabungkan. Biasanya menggunakan kata-kata tugas: dan, serta, lagipula, dan sebagainya.
        Misalnya: Sisca anak yang baik lagi pula sangat pandai.
b.       Kalimat majemuk serta memilih. Biasanya memakai kata tugas: atau, baik, maupun.
                        Misalnya: Bapak minum teh atau Bapak makan nasi.
c.        Kalimat majemuk setara perlawanan. Biasanya memakai kata tugas: tetapi, melainkan.
                        Misalnya: Dia sangat rajin, tetapi adiknya sangat pemalas.
 2)       Kalimat majemuk bertingkat
Kalimat majemuk yang terdiri dari perluasan kalimat tunggal, bagian kalimat yang diperluas sehingga membentuk kalimat baru yang disebut anak kalimat. Sedangkan kalimat asal (bagian tetap) disebut induk kalimat. Ditinjau dari unsur kalimat yang mengalami perluasan dikenal adanya:
a.             Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat penggati subjek.
Misalnya:       Diakuinya  hal itu
                                P             S
                        Diakuinya bahwa ia yang memukul anak itu.
                                            anak kalimat pengganti subjek
b.             Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat pengganti predikat.
Misalnya:       Katanya begitu
                        Katanya bahwa ia tidak sengaja menjatuhkan gelas itu.
                                                anak kalimat pengganti predikat
c.              Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat pengganti objek.
Misalnya:       Mereka sudah mengetahui hal itu.
                                S            P                             O
                        Mereka sudah mengetahuibahwa saya yang mengambilnya.
                                                                               anak kalimat pengganti objek
d.             Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat pengganti keterangan.
Misalnya:       Ayah pulang malam hari
                            S        P             K
Ayah pulang ketika kami makan malam
                        anak kalimat pengganti keterangan
3)           Kalimat majemuk campuran
Kalimat majemuk campuran adalah kalimat majemuk hasil perluasan atau hasil gabungan beberapa kalimat tunggal yang sekurang-kurangnya terdiri atas tiga pola kalimat.
Misalnya: Ketika ia duduk minum-minum, datang seorang pemuda berpakaian bagus, dan menggunakan kendaraan roda empat.
                        Ketika ia duduk minum-minum
                                                                                pola atasan
                                                        datang seorang pemuda berpakaian bagus
                                                                                pola bawahan I
                                                        datang menggunakan kendaraan roda empat
                                                                                pola bawahan II
                                                                                
3. Kalimat Inti, Luas, dan Transformasi
a.       Kalimat inti
Kalimat inti adalah kalimat mayor yang hanya terdiri atas dua kata dan sekaligus menjadi inti kalimat.
Ciri-ciri kalimat inti:
1)       Hanya terdiri atas dua kata
2)       Kedua kata itu sekaligus menjadi inti kalimat
3)       Tata urutannya adalah subjek mendahului predikat
4)       Intonasinya adalah intonasi ”berita yang netral”. Artinya: tidak boleh menyebabkan perubahan atau pergeseran makna laksikalnya..
b.       Kalimat luas
Kalimat luas adalah kalimat inti yang sudah diperluas dengan kata-kata baru sehingga tidak hanya terdiri dari dua kata, tetapi lebih.
c.        Kalimat transformasi
Kalimat transformasi merupakan kalimat inti yang sudah mengalami perubahan atas keempat syarat di atas yang berarti mencakup juga kalimat luas. Namun, kalimat transformasi belum tentu kalimat luas.
Contoh kalimat  Inti, Luas, dan Transformasi
a.       Kalimat Inti. Contoh: Adik menangis.
b.       Kalimat Luas. Contoh: Radha, Arief, Shinta, Mamas, dan Mila sedang belajar dengan serius, sewaktu pelajaran matematika.
c.        Kalimat transformasi. Contoh:
i)         Dengan penambahan jumlah kata tanpa menambah jumlah inti, sekaligus juga adalah kalimat luas: Adik menangis tersedu-sedu kemarin pagi.
ii)       Dengan penambahan jumlah inti sekaligus juga adalah kalimat luas: Adik menangis dan merengek kepada ayah untuk dibelikan komputer.
iii)      Dengan perubahan kata urut kata. Contoh: Menangis adik.
iv)      Dengan perubahan intonasi. Contoh: Adik menangis?
4. Kalimat Mayor dan Minor
a.       Kalimat mayor
Kalimat mayor adalah kalimat yang sekurang-kurangnya mengandung dua unsur inti.
Contoh:          Amir mengambil buku itu.
Arif ada di laboratorium.
Kiki pergi ke Bandung.
Ibu segera pergi ke rumah sakit menengok paman, tetapi ayah menunggu kami di rumah Rati karena kami masih berada di sekolah.
b.       Kalimat Minor
Kalimat minor adalah kalimat yang hanya mengandung satu unsur inti atau unsur pusat. 
    Contoh:          Diam!
Sudah siap?
Pergi!
Yang baru!
Kalimat-kalimat di atas mengandung satu unsur inti atau unsur pusat.
Contoh: Amir mengambil.
Arif ada.
Kiki pergi
Ibu berangkat-ayah menunggu.
Karena terdapat dua inti, kalimat tersebut disebut kalimat mayor.
5. Kalimat Efektif
Kalimat efektif adalah kalimat berisikan gagasan pembicara atau penulis secara singka, jelas, dan tepat.
Jelas      : berarti mudah dipahami oleh pendengar atau pembaca.
Singkat  : hemat dalam pemakaian atau pemilihan kata-kata.
Tepat     : sesuai dengan kaidah bahasa yang berlaku.
Kalimat Tidak Efektif
Kalimat tidak efektif adalah kalimat yang tidak memiliki atau mempunyai sifat-sifat yang terdapat pada kalimat efektif.
Sebab-Sebab Ketidakefektifan Kalimat
1.       kontaminasi= merancukan 2 struktur benar  1 struktur salah
contoh:
-        diperlebar, dilebarkan  diperlebarkan (salah)
-        memperkuat, menguatkan  memperkuatkan (salah)
-        sangat baik, baik sekali  sangat baik sekali (salah)
-        saling memukul, pukul-memukul  saling pukul-memukul (salah)
-        Di sekolah diadakan pentas seni. Sekolah mengadakan pentas seni  Sekolah mengadakan pentas seni (salah)
2.       pleonasme= berlebihan, tumpang tindih
contoh :
-        para hadirin (hadirin sudah jamak, tidak perlu para)
-        para bapak-bapak (bapak-bapak sudah jamak)
-        banyak siswa-siswa (banyak siswa)
-        saling pukul-memukul (pukul-memukul sudah bermakna ‘saling’)
-        agar supaya (agar bersinonim dengan supaya)
-        disebabkan karena (sebab bersinonim dengan karena)
3.       tidak memiliki subjek
contoh:
-        Buah mangga mengandung vitamin C.(SPO) (benar)
-        Di dalam buah mangga terkandung vitamin C. (KPS) (benar) ??
-        Di dalam buah mangga mengandung vitamin C. (KPO) (salah)
4.       adanya kata depan yang tidak perlu
-        Perkembangan  daripada teknologi informasi sangat pesat.
-        Kepada siswa kelas I berkumpul di aula.
-        Selain daripada bekerja, ia juga kuliah.
5.       salah nalar
-        waktu dan tempat dipersilahkan. (Siapa yang dipersilahkan)
-        Mobil Pak Dapit mau dijual. (Apakah bisa menolak?)
-        Silakan maju ke depan. (maju selalu ke depan)
-        Adik mengajak temannya naik ke atas. (naik selalu ke atas)
-        Pak, saya minta izin ke belakang. (toilet tidak selalu berada di belakang)
-        Saya absen dulu anak-anak. (absen: tidak masuk, seharusnya presensi)
-        Bola gagal masuk gawang. (Ia gagal meraih prestasi) (kata gagal lebih untuk subjek bernyawa)
6.       kesalahan pembentukan  kata
-        mengenyampingkan seharusnya mengesampingkan
-        menyetop seharusnya menstop
-        mensoal seharusnya menyoal
-        ilmiawan seharusnya ilmuwan
-        sejarawan seharusnya ahli sejarah
7.       pengaruh bahasa asing
-        Rumah di mana ia tinggal … (the house where he lives …) (seharusnya tempat)
-        Sebab-sebab daripada perselisihan … (cause of the quarrel) (kata daripada dihilangkan)
-        Saya telah katakan … (I have told) (Ingat: pasif persona) (seharusnya telah saya katakan)
8.       pengaruh bahasa daerah
-        … sudah pada hadir. (Jawa: wis padha teka) (seharusnya sudah hadir)
-        … oleh saya. (Sunda: ku abdi) (seharusnya diganti dengan kalimat pasif persona)
-        Jangan-jangan … (Jawa: ojo-ojo) (seharusnya mungkin)
.
E.       Konjungsi
Konjungsi antarklausa, antarkalimat, dan antarparagraf.
Konjungsi atau kata sambung adalah kata-kata yang menghubungkan bagian-bagian kalimat, menghubungkan antarkalimat, antarklausa, antarkata, dan antarparagraf.
1.        Konjungsi antarklausa
a.       Yang sederajat: dan, atau, tetapi, lalu, kemudian.
b.       Yang tidak sederajat: ketika, bahwa, karena, meskipun, jika, apabila.
2.        Konjungsi antarkalimat: akan tetapi, oleh karena itu, jadi, dengan demikian.
3.       Konjungsi antarparagraf: selain itu, adapun, namun.

Macam-macam Membaca

Macam-macam Membaca
PENGERTIAN MEMBACA
Membaca adalah salah satu dari empat keterampilan berbahasa. Dalam kegiatan membaca, kegiatan lebih banyak dititikberatkan pada keterampilan membaca daripada teori-teori membaca itu sendiri.

Ditinjau dari segi terdengar atau tidaknya suara pembaca waktu melakukan kegiatan membaca, maka proses membaca dapat dibedakan menjadi :

A. Membaca Nyaring
Membaca nyaring adalah kegiatan membaca dengan menyuarakan tulisan yang dibacanya dengan ucapan dan intonasi yang tepat agar pendengar dan pembaca dapat menangkap informasi yang disampaikan oleh penulis, baik yang berupa pikiran, perasaan, sikap, ataupun pengalaman penulis.

Ketrampilan yang dituntut dalam membaca nyaring adalah berbagai kemampuan, diantaranya adalah :
1. menggunakan ucapan yang tepat,
2. menggunakan frase yang tepat,
3. menggunakan intonasi suara yang wajar,
4. dalam posisi sikap yang baik,
5. menguasai tanda-tanda baca,
6. membaca dengan terang dan jelas,
7. membaca dengan penuh perasaan, ekspresif,
8. membaca dengan tidak terbata-bata,
9. mengerti serta memahami bahan bacaan yang dibacanya,
10. kecepatan bergantung pada bahan bacaan yang dibacanya,
11. membaca dengan tanpa terus-menerus melihat bahan bacaan,
12. membaca dengan penuh kepercayaan pada diri sendiri.

B. Membaca Dalam Hati

Membaca dalam hati adalah kegiatan membaca yang dilakukan dengan tanpa menyuarakan isi bacaan yang dibacanya.
Ketrampilan yang dituntut dalam membaca dalam hati antara lain sebagai berikut:
1. membaca tanpa bersuara, tanpa bibir bergerak, tanpa ada desis apapun,
2. membaca tanpa ada gerakan-gerakan kepala,
3. membaca lebih cepat dibandingkan dengan membaca nyaring,
4. tanpa menggunakan jari atau alat lain sebagai penunjuk,
5. mengerti dan memahami bahan bacaan,
6. dituntut kecepatan mata dalam membaca,
7. membaca dengan pemahaman yang baik,
8. dapat menyesuaikan kecepatan dengan tingkat kesukaran yang terdapat dalam bacaan.

Secara garis besar, membaca dalam hati dapat dibedakan menjadi dua (I) membaca ekstensif dan (II) membaca intensif. Berikut penjelasan secara rinci kedua jenis membaca tersebut :

I. Membaca Ekstensif
membaca ekstensif adalah membaca secara luas. Objeknya meliputi sebanyak mungkin teks dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Membaca ekstensif meliputi :

1. Membaca Survai (Survey Reading)
Membaca survai adalah kegiatan membaca untuk mengetahui secara sekilas terhadap bahan bacaan yang akan dibaca lebih mendalam. Kegiatan membaca survai merupakan pendahuluan dalam membaca ekstensif.
Yang dilakukan seseorang ketika membaca survai adalah sebagai berikut :
(a) memeriksa judul bacaan/buku, kata pengantar, daftar isi dan malihat abstrak(jika ada),
(b) memeriksa bagian terahkir dari isi (kesimpulan) jika ada,
(c) memeriksa indeks dan apendiks(jika ada).

2. Membaca Sekilas
Membaca sekilas atau membaca cepat adalah kegiatan membaca dengan mengandalakan kecepatan gerak mata dalam melihat dan memperhatikan bahan tertulis yang dibacanya dengan tujuan untuk mendapatkan informasi secara cepat.
Metode yang digunakan dalam melatihkan membaca cepat adalah :
(a) metode kosakata; metode yang berusaha untuk menambah kosakata.
(b) Metode motivasi; metode yang berusaha memotivasi pembaca(pemula) yang mengalami hambatan.
(c) Metode gerak mata; metode yang mengembangkan kecepatan membaca dengan menigkatkan kecepatan gerak mata.

Hambatan-hambatan yang dapat mengurangi kecepatan mambaca :
(a) vokalisai atau berguman ketika membaca,
(b) membaca dengan menggerakan bibir tetapi tidak bersuara,
(c) kepala bergerak searah tulisan yang dibaca,
(d) subvokalisasi; suara yang biasa ikut membaca di dalam pikiran kita,
(e) jari tangan selalu menunjuk tulisa yang sedang kit abaca,
(f) gerakan mata kembali pada kata-kata sebelumnya.

3. Membaca Dangkal (Superficial Reading)
membaca dangkal pada hakekatnya bertujuan untuk memperoleh pemahaman yang dangkal yang bersifat luaran, yang tidak mendalam dari suatu bahan bacaan. Membaca jenis ini biasanya dilakukan seseorang membaca demi kesenangan, membaca bacaan ringan yang mendatangkan kesenangan, kegembiraan sebagai pengisi waktu senggang.

II. Membaca Intensif
membaca intensif atau intensive reading adalah membaca dengan penuh penghayatan untuk menyerap apa yang seharusnya kita kuasai. Yang termasuk dalam membaca intensif adalah :

A. Membaca Telaah Isi :
1. Membaca Teliti
Membaca jenis ini sama pentingnya dengan membaca sekilas, maka sering kali seseorang perlu membaca dengan teliti bahan-bahan yang disukai.
2. Membaca Pemahaman
Membaca pemahaman (reading for understanding) adalah sejenis membaca yang bertujuan untuk memahami tentang standar-standar atau norma-norma kesastraan (literary standards), resensi kritis (critical review), dan pola-pola fiksi (patterns of fiction).
3. Membaca Kritis
Membaca kritis adalah kegiatan membaca yang dilakukan secara bijakasana, mendalam, evaluatif, dengan tujuan untuk menemukan keseluruhan bahan bacaan, baik makna baris-baris, makna antar baris, maupun makna balik baris.
4. Membaca Ide
Membaca ide adalah sejenis kegiatan membaca yang ingin mencari, memperoleh, serta memanfaatkan ide-ide yang terdapat pada bacaan.

5. Membaca Kreatif
Membaca kreatif adalah kegiatan membaca yang tidak hanya sekedar menagkap makna tersurat, makna antar baris, tetapi juga mampu secara kreatif menerapkan hasil membacanya untuk kehidupan sehari-hari.

B. Membaca Telaah Bahasa :
1. Membaca Bahasa (Foreign Language Reading)
Tujuan utama membaca bahasa adalah memperbesar daya kata (increasing word power) dan mengembangkan kosakata (developing vocabulary)
2. Membaca Sastra (Literary Reading)
Dalam membaca sastra perhatian pembaca harus dipusatkan pada penggunaan bahasa dalam karya sastra. Apabila seseorang dapat mengenal serta mengerti seluk beluk bahasa dalam suatu karya sastra maka semakin mudah dia memahami isinya serta dapat membedakan antara bahasa ilmiah dan bahasa sastra.